SEJARAH

Lahirnya organisasi-organisasi ideologi politik serta munculnya kebijakan-kebijakan pemerintah hindia Belanda sebagai akibat yang ditimbulkannya

1. Partai Komunis Indonesia (PKI)

Benih-benih paham Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M Sneevliet. Dengan keahliannya, Sneevliet dapat mempengaruhi dan membawa Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) ke arah yang lebih radikal. VSTP ini merupakan serikat pekerja jawatan kereta api, sarikat buruh tertua di Indonesia. Kemudian pada 9 Mei 1914, Sneevliet bersama-sama dengan J.A Brandsteder, H.W Dekker dan P. Bersgma (tokoh sosialis) berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV). Karena ISDV tidak bisa berkembang, maka Sneevliet menyusupkan kaderkadernya ke dalam Sarikat Islam. Di situ ia melakukan infiltrasi dengan cara menjadikan anggota-anggotan ISDV sebagai anggota SI dan sebaliknya menjadikan anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.

Dengan cara ini, Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI. Lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin muda SI menjadi ISDV, yaitu Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus, untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisme-nya. Lebih-lebih ketika Darsono diangkat menjadi propagandis resmi Centraal Sarekat Islam dan Semaun sebagai komisaris Jawa Tengah.

Karena pengaruh dari suksesnya Revolusi Rusia (1917) yang dilandasi oleh marxisme dan berubahnya Sociaal Democratische Arbieders Partij (SDAP atau Partai Buruh Sosial Demokrat) pada tahun 1918 menjadi Indische Communistische Partij atau Partai Komunis Hindia, maka beberapa anggota di dalam ISDV mengusulkan untuk mengikuti jejak itu. Dalam kongres ISDV ke-7 bulan Mei 1920 dibicarakan usul untuk menggantikan ISDV menjadi Perserikatan Komunis Hindia (Indonesia). Karena ada kelompok yang tidak setuju (hartogh), maka diadakanlah pemungutan suara. Hasilnya, kelompok pendukung usul yang disponsori oleh Adolf Baars, Bergsma, Semaun dan kawan-kawan menang, sehingga pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Kemudian pada Desember 1920 ISDV berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan susunan pengurus sebagai berikut:

1) Ketua : Semaun

2) Wakil Ketua : Darsono

3) Sekretaris : Bergsma (Belanda)

4) Bendahara : Dekker (Belanda)

5) Anggota Pengurus : Baars (Belanda), Sugono, Tan Malaka, dan lain-lain.

Karena merasa bahwa dirinya telah besar, pada 1926, PKI mulai melancarkan petualangan politiknya. Pada 13 November 1926, PKI melancarkan pemberontakan di Jakarta dan disusul dengan tindakan-tindakan kekerasan di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa timur. Tetapi dalam waktu singkat pemberontakan itu dapat ditumpas. Akibatnya ribuan rakyat ditangkap, dipenjarakan dan dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, Irian Jaya.

2. Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging)

Perhimpunan Indonesia didirikan tahun 1908 oleh mahasiswamahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Mereka antara lain: R.P Sosrokartono, R. Hoesein Djajadiningrat, R.N Notosuroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada, Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Pada mulanya Perhimpunan Indonesia bernama Indische Vereeniging. Kegiatannya pada mulanya hanya terbatas pada penyelenggaraan pertemuan sosial dan para anggota ditambah dengan sekali-sekali mengadakan pertemuan dengan orang-orang Belanda yang banyak memperhatikan masalah Indonesia, antara lain: Mr. Abenendanon, Mr. van Deventer, dan Dr. Snouck Hurgronye.

Kedatangan 3 tokoh Indische Partiij ke negeri Belanda yang dibuang oleh pemerintah kolonial (Cipto Mangunkusumo, R. M Suwardi Suryaningrat, E.F.E. Douwes Dekker) segera mengubah suasana dan semangat Indische Vereeniging. Tokoh IP tersebut membawa suasana politik ke dalam pikiran tokoh-tokoh Indische Vereeniging. Udara politik itu lebih segar lagi setelah datangnya Comite Indie Weerbaar (Panitia Ketahanan Hindia Belanda) yang dibentuk oleh pemerintah kolonial, sebagai usaha untuk mempertahankan Indonesia dari ancaman Perang Dunia I. Panitia ini terdiri atas R.Ng. Dwijosewojo (BU), Abdul Muis (SI), dan Kolonel RheMrev, seorang Indo-Belanda. Kedatangan tokoh-tokoh IP dan Comite Indie Weerbaar tersebut, memberikan dimensi pikiran baru bagi para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Mereka bukan hanya dapat menuntut ilmu, tetapi juga harus memikirkan bagaimana dapat memperbaiki nasib bangsanya sendiri.

Pada tahun 1912 Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging dan akhirnya diubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (1924). Dengan perubahan itu, terjadi pula perubahan dasar pikiran dan orientasi dalam pergerakan mereka. Majalah mereka berganti nama menjadi Indonesia Merdeka (1924). Terjadilah pergeseran cara berpikir dan gerakan yang radikal, dengan tegas mereka menginginkan Indonesia merdeka. Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak memasuki bidang politik, terlihat dari asasnya yang dimuat dalam majalah Hindia Poetra, Maret 1923, yaitu “Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia yang bertanggungjawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata”. Hal yang demikian itu hanya dapat dicapai oleh orang Indonesia sendiri, bukan dengan pertolongan siapapun juga. Oleh karena itu, segala jenis perpecahan harus dihindarkan, supaya tujuan lekas tercapai.

Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15, tahun 1924 mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul Gedenkboek. Buku ini berisi 13 artikel yang ditulis oleh A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Sukiman Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Sulaiman, R. Ng. Purbacaraka, Darmawan Mangunkusumo, dan Iwa Kusumasumantri. Buku ini ternyata mengguncangkan dan menghebohkan pemerintahan Hindia Belanda. Setelah itu disusul lagi dengan dikeluarkannya pernyataan yang keras dari pengurus PI di bawah pimpinan Sukiman Wirjosanjoyo tentang prinsipprinsip yang harus dipakai oleh pergerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan.

Aksi para anggota PI semakin radikal. Pengawasan terhadap gerakan mahasiswa Indonesia makin diperkuat oleh aparat kepolisian Belanda. Namun para anggota PI tetap melakukan kegiatan politiknya, bahkan mulai menjalin hubungan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia. Konsepsi-konsepsi PI dan berita-berita tentang berbagai kejadian di Eropa dikirim ke Indonesia melalui majalah mereka, Indonesia Merdeka. Konsepsikonsepsi PI kelak sangat berpengaruh terhadap kaum pergerakan di Indonesia. Bahkan di bawah kepemimpinan Muhammad Hatta, PI resmi diakui sebagai front terdepan pergerakan kebangsaan oleh PPKI yang diketuai Ir. Soekarno.

Pada Juni 1927, PI dituduh menjalin hubungan dengan PKI untuk melakukan pemberontakan sehingga diadakan penggeledahan terhadap tokoh-tokoh PI. Pada September, 4 tokoh PI di negeri Belanda, ditangkap dan diadili. Mereka adalah Mohammad Hatta, Natzir Datuk Pamoncak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Majid Joyodiningrat. Di Indonesia sendiri, banyak organisasi yang lahir karena mendapat ilham dari perjuangan PI, antara lain: Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) 1928.

c. Indische Partiij (1912)

Indische Partiij merupakan organisasi campuran orang Indo (peranakan Eropa-Indonesia) dengan pribumi. Indische Partiij didirikan oleh Dr.Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (Danu Dirjo Setyabudi) Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat, di Bandung tanggal 25 Desember 1912. Mereka terkenal dengan sebutan “Tiga Serangkai”. Indische Partiij adalah organisasi yang pertama bergerak dalam bidang politik dengan haluan asosiasi dan kooperasi. Tujuannya adalah Indonesia merdeka, dasarnya: nasionalisme indische, semboyannya: “Indie untuk Indier”. Karena sifatnya yang progesif dan tegas, yakni ingin merdeka, pemerintahan Hindia Belanda cemas. Bahkan, pada Agustus 1913 para pemimpinnya ditangkap dan diasingkan ke negeri Belanda. Pada 4 Mei 1913, Indische Partiij dinyatakan sebagai partai terlarang.

d. Partai Nasional Indonesia dan PNI Baru

PNI didirikan di Bandung pada 4 Juli 1924 oleh kaum terpelajar yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Kaum muda terpelajar itu tergabung dalam Algemene Studieclub (Bandung) dan kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia yang telah kembali ke tanah air. Keradikalan PNI sudah tampak sejak pertama didirikannya. Ini terlihat dari strategi perjuangannya yang berhaluan nonkooperasi. PNI tidak mau ikut dalam dewan-dewan yang diadakan oleh pemerintah. Tujuan PNI adalah kemerdekaan Indonesia dan tujuan itu akan dicapai dengan asas “percaya pada diri sendiri”. Artinya: memperbaiki keadaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah dirusak oleh penjajahan, dengan kekuatan sendiri. Semua itu akan dicapai melalui berbagai usaha, antara lain:

(1) usaha politik, yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan. Memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan politik. Dalam bidang politik, PNI berhasil menghimpun organisasi-organisasi pergerakan lainnya ke dalam satu wadah yang disebut Permufakatan Perhimpunan- Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia;

(2) usaha ekonomi, yaitu dengan memajukan perdagangan rakyaat, kerajinan atau industri kecil, bank-bank, sekolahsekolah, dan terutama koperasi;

(3) usaha sosial, yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, emngurangi pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan memperbaiki kesehatan rakyat.

Gerakan PNI dipimpin oleh tokoh-tokoh berbobot, seperti Ir. Soekarno, Mr. Ali Sastroamijoyo, Mr. Sartono, yang berpengaruh luas di berbagai daerah di Indoenesia. Ir. Soekarno dengan keahliannya berpidato, berhasil menggerakkan rakyat sesuai dengan tujuan PNI. Pengaruh PNI juga sangat terasa pada organisasi-organisasi pemuda hingga melahirkan Sumpah Pemuda dan organisasi wanita yang melahirkan Kongres Perempuan di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.

Melihat gerakan dan pengaruh PNI yang semakin meluas, pemerintah kolonial menjadi cemas, maka dilontarkanlah bermacam-macam isu untuk menjelekkan PNI. Bahkan kemudian mengancam PNI agar menghentikan kegiatannya. Rupanya Belanda belum puas dengan tindakannya itu, maka PNI pun dituduh akan melakukan pemberontakan. Pemerintah Belanda melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tokohtokoh PNI di seluruh wilayah Indonesia pada 24 Desember 1929. Akhirnya 4 tokoh teras PNI yaitu: Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkoepradja, Markoen Soemadiredja, dan Soepiadinata diadili di Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman penjara pada 20 Desember 1930. Peristiwa ini merupakan pukulan besar bagi PNI dan atas inisiatif Mr. Sartono pada Kongres Luar Biasa ke-2 (25 April 1931) PNI dibubarkan.

Kemudian Sartono mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Tetapi tindakan ini membawa perpecahan yang mendalam. Ketergantungan pada seorang pemimpin, dikritik habis oleh mereka yang menentang perubahan PNI. Mereka menyebut dirinya “Gerakan Merdeka”, kemudian membentuk partai baru, yaitu Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru. Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sutan Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih menjadi mahasiswa di Amsterdam. Ia pulang ke Indonesia atas permintaan Moh. Hatta untuk menjadi ketua partai. Walaupun citacita dan haluan kedua partai itu sama, yaitu kemerdekaan dan nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya berbeda. PNI Baru lebih menekankan pentingnya pendidikan kader.

e. Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)

Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), merupakan badan kesatuan partai-partai politik Indonesia. PPPKI didirikan pada 17 Desember 1927. Sebagai pelopor pembentukan PPPKI adalah Partai Nasional Indonesia, ketuanya Ir. Soekarno. Organisasiorganisasi yang tergabung dalam PPPKI adalah Partai Nasional Indonesia, Budi Utomo, Sarikat Islam, Paguyuban Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, dan Algemene Studie Club.

Tujuan PPPKI yang utama adalah:

(1) mencapai persamaan arah aksi kebangsaan dari berbagai perkumpulan;

(2) menghindarkan perselisihan antaranggota yang nmerugikan perjuangan;

(3) memperkuat dan memperbaiki organisasi.

Pada 1933, Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia, berubah namanya menjadi Persatuan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia. Dengan terbentuknya PPPKI diharapkan akan terjadi interaksi ke arah persatuan antara organisasi-organisasi yang menjadi anggota PPPKI. Akan tetapi, karena perbedaan asas dan dasar dari partai-partai yang menjadi anggota tidak dapat dipertemukan, PPPKI akhirnya tidak mempunyai kekuasaan. Pada 1935 PPPKI dibubarkan karena partai-partai nonkooperasi banyak yang keluar dari keanggotaan PPPKI.

f. Kongres Pemuda

Sejak tahun 1926, mulai terlihat adanya kecenderungan kea rah penyatuan organisasi-organisasi pemuda yang telah ada. Di samping itu, mereka mulai memasuki kegiatan politik nasional. Hal ini disebabkan karena semakin tebalnya jiwa kebangsaan bagi para pemuda. Gejala ini ditandai oleh lahirnya beberapa organisasi pemuda, yang bersifat nasional dan langsung memasuki gelanggang politik, yaitu :

(1) Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)

Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia didirikan di Jakarta tahun 1926 oleh 4 orang mahasiswa STOVIA dan Rechschoogeschool. Tujuan PPPI adalah menggalang persatuan dari seluruh organisasi pemuda untuk berjuang bersama-sama melawan penjajah Belanda. Untuk mencapai itu, sifat kedaerahan harus dihilangkan sebab hal itu hanya akan melemahkan persatuan.

(2) Pemuda Indonesia

Pemuda Indonesia didirikan di Bandung tanggal 20 Februari 1927 oleh pemuda terpelajar yang pernah belajar di luar negeri dan bekas anggota Perhimpunan Indonesia. Tokohtokoh PI antara lain: Sugiono, Yusupadi, Suwaji, Moh. Tamsil, Soebagio Reksodiputro, Asaad, Rusmali, Sunario, Sartono, Iskak, Budiarto, dan Wiryono. Tujuannya: untuk memperkuat dan memperluas ide kesatuan nasional Indonesia. Untuk mencapai tujuan itu dilakukan usahausaha: mendirikan organisasi kepanduan, mengadakan kerjasama dengan organisasi pemuda lainnya, memajukan olah raga, menerbitkan majalah, menyelenggarakan rapatrapat, dan sebagainya.

Pemuda Indonesia dan PPPKI adalah 2 organisasi pemuda yang sangat aktif untuk mencapai cita-cita persatuan di kalangan pemuda. Mereka pulalah yang memelopori diselenggarakannya

Kongres Pemuda I dan II sehingga melahirkan Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda I diselenggarakan tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta dan dihadiri oleh wakil-wakil dari Jong Java, JIB, JSB, Jong Ambon, Sekar Rukun, Studerende Minahassers, Jong Batak, dan Pemuda Theosofie. Dalam kongres ini dapat ditekankan pentingnya persatuan dan kesatuan para pemuda, dalam suatu wadah tunggal untuk mencapai Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh pemuda yang berpidato dalam kongres ini yaitu: Sumarto, M. Tabrani (ketua panitia), Muh. Yamin, Bahder Johan, dan Pinontoan. Kongres Pemuda I itu telah menerima dan mengakui cita-cita persatuan Indonesia tetapi gagal membentuk badan sentral. Sebab masih terdapat perbedaan pendapat dan kesalahpahaman di antara sesama anggota.

Setelah itu diadakan pertemuan di antara organisasiorganisasi pemuda, untuk merintis jalan dalam mewujudkan wadah tunggal bagi organisasi pemuda. Pada Desember 1928 sebagian besar organisasi pemuda mengadakan kongresnya masing-masing. Satu di antara materinya adalah pentingnya menggalang persatuan dan kesatuan di antara organisasi-organisasi pemuda.

Pada 17 Desember terbentuklah permufakatan perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Program PPPKI adalah berusaha untuk mencapai dan menyamakan arah bagi aksi-aksi kebangsaan, memperkuat dan memperbaiki organisasi serta menghindarkan perselisihan antara anggota.

Dengan terbentuknya PPKI maka terjadilah interaksi ke arah persatuan, antara organisasi orang dewasa dengan pemuda. Pada tanggal 3 Mei dan 12 Agustus 1928 diadakan rapat pembentukan Panitia Kongres Pemuda II oleh berbagai organisasi pemuda, yang hasilnya adalah:

1) Ketua : Soegondo Joyopispito (dari PPPI)

2) Wakil Ketua : Joko Marsait (dari Jong Java)

3) Sekretaris : Muhammad Yamin (dari JIB)

4) Bendahara : Amir Syarifudin (dari Jong Batak)

5) Anggota : Johan Muhammad (JIB), Kocosoengkono (PI), Senduk (Jong Celebes), J. Leimena

(Jong Ambon), dan Rohyani (Kaum Betawi)

Adapun maksud dan tujuan Kongres Pemuda II adalah : hendak melahirkan cita-cita semua perkumpulan pemuda Indonesia; membicarakan masalah-masalah tentang pergerakan pemuda Indonesia; serta memperkuat perasaan kebangsaan Indonesia dan memperteguh persatuan Indonesia. Kongres Pemuda II akhirnya berhasil diselenggagarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta. Kongres ini selain dihadiri oleh para utusan organisasi pemuda, juga dihadiri oleh organisasi orang dewasa, perorangan, anggota Volkstraad, pers dan sebagainya. Jumlah yang hadir kira-kira 750 orang. Kongres iti dikawal ketat oleh polisi-pilisi Belanda.

Keputusan yang terpenting yang diambil dalam kongres itu adalah pengakuan dan janji setia seluruh organisasi pemuda untuk: “Berbangsa satu, Bertanah Air Satu dan Berbahasa Persatuan Satu, yakni Indonesia”. Keputusan ini dicetuskan pada 28 Oktober 1928, kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Sebelum dibacakan itu diperdengarkan lagu “Indonesia Raya” ciptaan Wage Rudolf Supratman walaupun tanpa bunyi teksnya.

g. Partai Indonesia Raya (Parindra 1935)

Untuk mempersatukan partai-partai kecil, pada 24-26 Desember 1935 di Solo diadakan kongres fusi, antara Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Kongres fusi tersebut menghasilkan partai baru yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra). Dr. Sutomo adalah orang yang terpilih menjadi ketuanya dan kantor pusatnya ditetapkan di Surabaya. Selain Budi Utomo dan PBI, masuk pula Serikat Sumatera dan Serikat Selebes. Untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Parindra melakukan program-program, yakni:

(1) melakukan pencerdasan secara politik-ekonomi-sosial kepada masyarakat sebagai bekal dalam menjalankan pemerintahan sendiri di masa depan;

(2) menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras, pendidikan dan kedudukannya;

(3) membentuk dan menjalankan aksi besar hingga diperoleh pemerintahan yang demokratis, berdasar kepentingan dan kebutuhan bangsa Indonesia;

(4) bekerja keras di setiap bidang usaha untuk meninfkatkan kesejahteraan rakyat baik secara ekonomis, sosial, maupun politis;

(5) mengusakan adanya persamaan han dan kewajiban sertakedudukan dalam hukum bagi seluruh warga negara Indonesia.

Pada saat berdirinya, Parindra telah memiliki 52 cabang dengan 2.425 anggota. Pada tahun 1936 meningkat menjadi 57 cabang dengan 3.425 anggota. Dalam kongresnya di Jakarta tanggal 15-18 Mei 1937, Parindra mengambil sikap moderat. Sikap moderat dinilai sangat fleksibel dan menguntungkan dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Akhirnya Parindra dapat mendudukan wakilnya dalam Volksraad, yaitu Muhammad Husni Thamrin. Parindra banyak melakukan kritik terhadap Belanda, bahkan terhadap Petisi Soetarjo 1936, karena dinilai kurang mengakomodasi kepentingan rakyat.

Untuk memperbaiki perekonomian rakyat, Parindra membentuk organisasi rukun tani, membentuk sarikat-sarikat sekerja, menganjurkan swadesi ekonomi, dan mendirikan “Bank Nasional Indonesia”. Kongres kedua dilaksanakan di Bandung pada 24-27 Desember 1938. Karena saat itu Dr. Sutomo sudah meninggal maka kongres memilih K.R.M. Wuryaningrat untuk menjadi ketua partai. Dalam Kongres itu diambil keputusan-keputusan, antara lain: tidak menerima peranakan (Indo) menjadi anggota, berusaha keras mengurangi pengangguran, dan meningkatkan transmigrasi guna memperbaiki kesejahteraan. Sepak terjang Parindra begitu gencar. Parindra menjadi pelopor pembentukan Fraksi Nasional, bahkan dengan kegagalam petisi Soertarjo, Parindra mengambil inisiatif untuk menggalang persatuan politik, menuju pembentukan badan konsentrasi nasional. Badan Konsentrasi Nasional itu terbentuk pada Mei 1939, yang disebut Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

h. Gabungan Politik Indonesia

Muhammad Husni Thamrin adalah penggagas federasi nasional ini untuk membina kerjasama antarpartai politik. Pembentukan GAPI pada mulanya diusulkan oleh PSII pada April 1938 dengan pembentukan Badan Perantara Partai-Partai Politik Indonesia (BAPEPPI). Namun karena BAPEPPI tidak berjalan dengan baik, Parindra berinisiatif untuk membentuk kembali Konsentrasi Nasional. Percepatan terbentuknya federasi ini dikarenakan oleh : kegagalan Petisi Soetarjo, sikap pemerintah kolonial Belanda yang kurang memperhatikan kepentingan bangsa, dan semakin gawatnya situasi internasional sebagai akibat meningkatkannya pengaruh fasisme Nazi-Jerman.

Parindra melihat bahwa perjuangan konsentrasi nasional harus mencakup dua sasaran yaitu: ke dalam dapat menyadarkan dan menggerakan rakyat untuk dapat memperoleh pemerintahan tersendiri; ke keluar dapat merubah pemerintahan Belanda untuk menyadari cita-cita bangsa Indonesia kemudian mengadakan perubahan-perubahan dalam pemerintahan di Indonesia. Selanjutnya Parindra melakukan pendekatan dan perundingan dengan sejumlah partai dan organisasi seperti PSII, Gerindo, PII, Paguyuban Pasundan, Persatuan Minahasa, danPartai Katolik untuk membicarakan masa depan Indonesia. Tanggal 21 Mei terbentuklah Gabungan Politik Indonesia (GAPI) sebagai organisasi kerja sama partai-partai politik dan organisasi. Adapun tokoh-tokoh GAPI adalah Muhammad Husni Thamrin (Parindra), Mr. Amir Syarifudin (Gerindo), Abikusno Cokro Suyoso (PSII).

Langkah-langkah yang diambil GAPI adalah mendesak untuk dibentuknya parlemen, namun bukan parlemen seperti Volksraad yang sudah ada sejak 1918, serta membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI) pada 25 Desember 1939 di Jakarta. Dengan tujuan untuk Indonesia merdeka yang bertemakan kesejahteraan rakyat dan yang mampu berparlemen penuh, KRI menghasilkan beberapa keputusan, antara lain :

(1) disetujuinya untuk melancarkan tuntutan Indonesia berparlermen penuh;

(2) ditetapkannya bendera Merah Putih sebagai bendera persatuan Indonesia, lagu ”Indonesia Raya” sebagai lagu persatuan, serat peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia dan ditetapkan sebagai bahasa persatuan.

Pada 14 September 1940 Belanda membentuk suatu komisi yang bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari perubahanperubahan ketatanegaraan. Komisi tersebut dikenal dengan Komisi Visman, karena diketuai oleh Dr. F.H. Visman. Pembentukan komisi ini ditolak oleh anggota Volksraad, terlebih oleh GAPI, karena berdasarkan pengalaman akan komisi sejenis pada tahun 1918 yang tidak menghasilkan apa-apa bagi perbaikan nasib Indonesia. Untuk memperjelas tuntutan maka GAPI membentuk suatu panitia yang bertugas menyusun bentuk dan susunan ketatanegaraan Indonesia. Hasil panitia itu kemudian disampaikan dalam pertemuan antara wakil-wakil GAPI dengan Komisi Visman pada 14 Februari 1941. Pertemuan tersebut ternyata tidak menghasilkan hal-hal baru yang menuju perubahan ketatanegaraan Indonesia. Gagallah perjuangan GAPI dalam menyampaikan tuntutantuntutannya terhadap pemerintahan kolonial. Namun demikian, perjuangan GAPI sangat berarti dalam pergerakan nasional, yaitu berhasil dalam:

(1) memperjuangkan organisasi-organisasi pergerakan dalam satu wadah perjuangan;

(2) memperkuat rasa kebangsaan sebagai modal pokok untuk mewujudkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.